Nama : Rio Yahya Monprianta
Npm : 16210012
Kelas : 4EA16
4. Penerapan GCG (Good
Corporate Governance) Pada Pemerintahan
MEMAHAMI GOOD GOVERNANCE DALAM
BERNEGARA
Konsep Good Governance sebenarnya telah lama dilaksanakan oleh semua pihak
yaitu Pemerintah, Swasta dan Masyarakat, namun demikian masih banyak yang rancu
memahami konsep Governance. Secara sederhana, banyak pihak menerjemahkan
governance sebagai Tata Pemerintahan. Tata pemerintahan disini bukan hanya
dalam pengertian struktur dan manajemen lembaga yang disebut eksekutif, karena
pemerintah (government) hanyalah salah satu dari tiga aktor besar yang
membentuk lembaga yang disebut governance. Dua aktor lain adalah private sektor
(sektor swasta) dan civil society (masyarakat madani). Karenanya memahami
governance adalah memahami bagaimana integrasi peran antara pemerintah
(birokrasi), sektor swasta dan civil society dalam suatu aturan main yang
disepakati bersama. Lembaga pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan
ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan keamanan yang kondusif. Sektor
swasta berperan aktif dalam menumbuhkan kegiatan perekonomian yang akan
memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan, sedangkan civil society
harus mampu berinteraksi secara aktif dengan berbagai macam aktifitas
perekonomian, sosial dan politik termasuk bagaimana melakukan kontrol terhadap
jalannya aktifitas-aktifitas tersebut.
United National Development Program (UNDP,1997) mendefinisikan governance
sebagai “penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola
urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh
mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok
masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, mematuhi
kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka”. Selanjutnya
berdasarkan pemahaman kita atas pengertian governance tadi maka penambahan kata
sifat good dalamgovernance bisa diartikan sebagai tata pemerintahan yang baik
atau positif. Letak sifat baik atau positif itu adalah manakala ada pengerahan
sumber daya secara maksimal dari potensi yang dimiliki dari masing-masing aktor
tersebut atas dasar kesadaran dan kesepakatan bersama terhadap visi yang ingin
dicapai. Governance dikatakan memiliki sifat-sifat yang good, apabila memiliki
ciri-ciri atau indikator tertentu. Secara rinci Bank Dunia memberikan 19
indikator good governance, namun para akademisi biasanya tidak menggunakan
kesemua indikator tersebut untuk mengukur good governance.
Kata governance sering dirancukan dengan government. Akibatnya, Negara dan
pemerintah menjadi “korban utama”, bahwa pemerintah adalah sasaran nomor satu
untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Badan-badan keuangan internasional
mengambil prioritas untuk memperbaiki birokrasi pemerintahan di Dunia Ketiga
dalam skema good governance mereka. Aktivitis dan kaum oposan, dengan
bersemangat, ikut juga dalam aktivitas ini dengan menambahkan prinsip-prinsip
kebebasan politik sebagai bagian yang tak terelakkan dari usaha perbaikan
institusi negara. Good governance bahkan berhasil mendekatkan hubungan antara
badan-badan keuangan multilateral dengan para aktivis politik, yang
sebelumnya bersikap sinis pada hubungan antara pemerintah Negara berkembang
dengan badan-badan ini. Maka, jadilah suatu sintesa antara tujuan ekonomi
dengan politik.
Hingga saat ini istilah “government” dan “governance” seringkali dianggap
memiliki arti yang sama yaitu cara menerapkan otoritas dalam suatu organisasi,
lembaga atau negara. Government atau pemerintah juga adalah nama yang diberikan
kepada entitas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara.
Sebenarnya “governance” dalam literatur administrasi dan ilmu politik sudah
dikenal hampir selama 125 tahun yang lalu, sejak W.Wilson, menjadi Presiden USA
ke 27, memperkenalkan bidang studi tersebut kurang lebih 125 tahun yang lalu.
Tetapi selama itu, governance hanya digunakan dalam literatur politik dengan
pengertian yang sempit. Wacana tentang “governance” diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia sebagai tata pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan atau pengelolaan
pemerintahan, tata-pamong baru muncul dua dasawarsa belakangan, terutama
setelah berbagai lembaga donor internasional menetapkan “good governance”
sebagai persyaratan utama untuk setiap program bantuan mereka. Para pakar dan
praktisi administrasi negara Indonesia, istilah “good governance” telah
diterjemahkan dalam berbagai istilah, misalnya, penyelenggaraan pemerintahan
yang amanah (Bintoro Tjokroamidjojo), tata pemerintahan yang baik (UNDP),
pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggunjawab (LAN), dan ada juga yang
mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (clean government).
Bahkan pada tahun 1992, ada lembaga internasional Eropa telah menggunakan
keruntuhan Soviet , sebagai momentum untuk membenarkan sistem ideologi liberal
yang intinya adalah: (1) menjunjung tinggi nilai-nilai HAM khususnya hak dan
kebebasan individu, (2) demokrasi, (3) penegakan Rule of Law, (4) pasar bebas
dan (5) perhatian terhadap lingkungnan. Sejak itu pula good governance di
negara penerima bantuan dijadikan salah satu persyaratan oleh lembaga penyedia
keuangan internasional.
Ada tiga pilar utama yang mendukung kemampuan suatu bangsa dalam
melaksanakan good governance, yakni: Negara/pemerintah (the state), masyarakat
adab, masyarakat madani, masyarakat sipil (civil society), dan pasar atau dunia
usaha. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab baru
tercapai bila dalam penerapan otoritas politik, ekonomi dan administrasi ketiga
unsur tersebut memiliki jaringan dan interaksi yang setara dan sinerjik.
Interaksi dan kemitraan seperti itu biasanya baru dapat berkembang subur bila
ada kepercayaan (trust), transparansi, partisipasi, serta tata aturan yang
jelas dan pasti, Good governance yang sehat juga akan berkembang sehat dibawah
kepemimpinan yang berwibawa dan memiliki visi yang jelas.
SUMBER : http://www.inkindo-jateng.web.id/?p=779
SUMBER : http://www.inkindo-jateng.web.id/?p=779